Kamis, 10 Januari 2013

Penyimpangan seksual

PENYIMPANGAN SEKSUAL

2.1 Bentuk – Bentuk Penyimpangan Seksual

Penyimpangan seksual adalah aktivitas seksual yang ditempuh seseorang untuk mendapatkan kenikmatan seksual dengan tidak sewajarnya. Biasanya, cara yang digunakan oleh orang tersebut adalah menggunakan obyek seks yang tidak wajar. Penyebab terjadinya kelainan ini bersifat psikologis atau kejiwaan, seperti pengalaman sewaktu kecil, dari lingkungan pergaulan, dan faktor genetik. Berikut ini macam-macam bentuk penyimpangan seksual:


1.Homoseksual
Homoseksual merupakan kelainan seksual berupa disorientasi pasangan seksualnya. Disebut gay bila penderitanya laki-laki dan lesbi untuk penderita perempuan. Hal yang memprihatinkan disini adalah kaitan yang erat antara homoseksual dengan peningkatan risiko AIDS. Pernyataan ini dipertegas dalam jurnal kedokteran Amerika (JAMA tahun 2000), kaum homoseksual yang "mencari" pasangannya melalui internet, terpapar risiko penyakit menular seksual (termasuk AIDS) lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak.


2.Sadomasokisme

Sadisme seksual termasuk kelainan seksual. Dalam hal ini kepuasan seksual diperoleh bila mereka melakukan hubungan seksual dengan terlebih dahulu menyakiti atau menyiksa pasangannya. Sedangkan masokisme seksual merupakan kebalikan dari sadisme seksual. Seseorang dengan sengaja membiarkan dirinya disakiti atau disiksa untuk memperoleh kepuasan seksual.


3.Ekshibisionisme
Penderita ekshibisionisme akan memperoleh kepuasan seksualnya dengan memperlihatkan alat kelamin mereka kepada orang lain yang sesuai dengan kehendaknya. Bila korban terkejut, jijik dan menjerit ketakutan, ia akan semakin terangsang. Kondisi begini sering diderita pria, dengan memperlihatkan penisnya yang dilanjutkan dengan masturbasi hingga ejakulasi.


4.Voyeurisme
Istilah voyeurisme (disebut juga scoptophilia) berasal dari bahasa Prancis yakni vayeur yang artinya mengintip. Penderita kelainan ini akan memperoleh kepuasan seksual dengan cara mengintip atau melihat orang lain yang sedang telanjang, mandi atau bahkan berhubungan seksual. Setelah melakukan kegiatan mengintipnya, penderita tidak melakukan tindakan lebih lanjut terhadap korban yang diintip. Dia hanya mengintip atau melihat, tidak lebih. Ejakuasinya dilakukan dengan cara bermasturbasi setelah atau selama mengintip atau melihat korbannya. Dengan kata lain, kegiatan mengintip atau melihat tadi merupakan rangsangan seksual bagi penderita untuk memperoleh kepuasan seksual. Yang jelas, para penderita perilaku seksual menyimpang sering membutuhkan bimbingan atau konseling kejiwaan, disamping dukungan orang-orang terdekatnya agar dapat membantu mengatasi keadaan mereka.


5.Fetishisme
Fatishi berarti sesuatu yang dipuja. Jadi pada penderita fetishisme, aktivitas seksualnya disalurkan melalui bermasturbasi dengan BH (breast holder), celana dalam, kaos kaki, atau benda lain yang dapat meningkatkan hasrat atau dorongan seksual. Sehingga, orang tersebut mengalami ejakulasi dan mendapatkan kepuasan. Namun, ada juga penderita yang meminta pasangannya untuk mengenakan benda-benda favoritnya, kemudian melakukan hubungan seksual yang sebenarnya dengan pasangannya tersebut.


6. Pedophilia / Pedophil / Pedofilia / Pedofil

Adalah orang dewasa yang yang suka melakukan hubungan seks / kontak fisik yang merangsang dengan anak di bawah umur.

7.Bestially
Bestially adalah manusia yang suka melakukan hubungan seks dengan binatang seperti kambing, kerbau, sapi, kuda, ayam, bebek, anjing, kucing, dan lain sebagainya.

8.Incest
Adalah hubungan seks dengan sesama anggota keluarga sendiri non suami istri seperti antara ayah dan anak perempuan dan ibu dengna anak cowok

9.Necrophilia/Necrofil
Adalah orang yang suka melakukan hubungan seks dengan orang yang sudah menjadi mayat / orang mati.

10.Zoophilia
Zoofilia adalah orang yang senang dan terangsang melihat hewan melakukan hubungan seks dengan hewan.

11.Sodomi
Sodomi adalah pria yang suka berhubungan seks melalui dubur pasangan seks baik pasangan sesama jenis (homo) maupun dengan pasangan perempuan.

12.Frotteurisme/Frotteuris
Yaitu suatu bentuk kelainan sexual di mana seseorang laki-laki mendapatkan kepuasan seks dengan jalan menggesek-gesek / menggosok-gosok alat kelaminnya ke tubuh perempuan di tempat publik / umum seperti di kereta, pesawat, bis, dll.

13.Gerontopilia

adalah suatu perilaku penyimpangan seksual dimana sang pelaku jatuh cinta dan mencari kepuasan seksual kepada orang yang sudah berusia lanjut (nenek-nenek atau kakek-kakek). Gerontopilia termasuk dalam salah satu diagnosis gangguan seksual, dari sekian banyak gangguan seksual seperti voyurisme, exhibisionisme, sadisme, masochisme, pedopilia, brestilia, homoseksual, fetisisme, frotteurisme, dan lain sebagainya. Keluhan awalnya adalah merasa impoten bila menghadapi istri/suami sebagai pasangan hidupnya, karena merasa tidak tertarik lagi. Semakin ia didesak oleh pasangannya maka ia semakin tidak berkutik, bahkan menjadi cemas. Gairah seksualnya kepada pasangan yang sebenarnya justru bisa bangkit lagi jika ia telah bertemu dengan idamannya (kakek/nenek).

Manusia itu diciptakan Tuhan sebagai makhkluk sempurna, sehingga mampu mencintai dirinya (autoerotik), mencintai orang lain beda jenis (heteroseksual) namun juga yang sejenis (homoseksual) bahkan dapat jatuh cinta makhluk lain ataupun benda, sehingga kemungkinan terjadi perilaku menyimpang dalam perilaku seksual amat banyak. Manusia walaupun diciptakanNya sempurna namun ada keterbatasan, misalnya manusia itu satu-satunya makhluk yang mulut dan hidungnya tidak mampu menyentuh genetalianya; seandainya dapat dilakukan mungkin manusia sangat mencintai dirinya secara menyimpang pula. Hal itu sangat berbeda dengan hewan, hampir semua hewan mampu mencium dan menjilat genetalianya, kecuali Barnobus (sejenis Gorilla) yang sulit mencium genetalianya. Barnobus satu-satunya jenis apes (monyet) yang bila bercinta menatap muka pasangannya, sama dengan manusia. Hewanpun juga banyak yang memiliki penyimpangan perilaku seksual seperti pada manusia, hanya saja mungkin variasinya lebih sedikit, misalnya ada hewan yang homoseksual, sadisme, dan sebagainya.

Kasus Gerontopilia mungkin jarang terdapat dalam masyarakat karena umumnya si pelaku malu untuk berkonsultasi ke ahli, dan tidak jarang mereka adalah anggota masyarakat biasa yang juga memiliki keluarga (anak & istri/suami) serta dapat menjalankan tugas-tugas hidupnya secara normal bahkan kadang-kadang mereka dikenal sebagai orang-orang yang berhasil/sukses dalam karirnya. Meski jarang ditemukan, tidaklah berarti bahwa kasus tersebut tidak ada dalam masyarakat Indonesia.



Contoh Kasus


Sebut saja si pelaku berinisial "S". S mulai menceritakan riwayat hidupnya sebagai seorang anak laki-laki yang ketika berumur 4 tahun ayahnya meninggal dunia, dan selanjutnya ia diasuh oleh kakek dan neneknya. Kehidupan masa kecilnya bersama nenek dan kakeknya cukup bahagia, S dapat mengikuti pendidikan formal dengan baik. Setelah lulus SMA, S pindah ke kota lain karena diterima di salah satu Fakultas Kedokteran Negeri di Sumatera dan akhirnya berhasil menjadi seorang dokter. Ketika di SMA banyak waktu dihabiskan untuk melakukan kegiatan-kegiatan di masjid atau surau seperti kawan-kawan sebayanya di sana. Meski telah menjadi seorang dokter, ada kenangan yang sulit dilupakan karena pada saat S banyak melakukan kegiatan di surau, ia memiliki kenalan yang sangat akrab yaitu seorang kakek yang banyak memberikan perhatian, bantuan, dorongan, kesenangan dan kepuasan bagi S sebagai seorang remaja. Pada saat S kuliah di kota lain hubungan tetap terjalin, tiap malam minggu ia pulang seperti remaja lain mengunjungi pacarnya. Namun pacar S ini lain dari yang lain yaitu seorang kakek yang ubanan, bersih dan ganteng, katanya. Apa yang dilakukan antara kakek dan remaja tersebut ternyata bercinta secara homoseksual. Hal itu dilakukan cukup lama sejak SMA kelas I sampai S lulus menjadi dokter, pada hal si kakek tersebut punya anak dan punya istri. Cara bercintanya juga sangat rapi karena tidak ada yang tahu, baik pihak keluarga kakek maupun keluarga S, termasuk kawan-kawan sebayanya. Rupanya apa yang dilakukan kedua insan berbeda usia dan sejenis tersebut membahagiakan kedua belah pihak, karena kedua belah pihak merasa sulit untuk berpisah. Untuk menjaga kelestarian hubungan antara keduanya, kakek menawarkan kepada S agar menikah dengan anak perempuannya bernama (K). S sudah cukup kenal dengan K walaupun merasa tidak cinta, seperti cintanya terhadap ayah K. Namun akhirnya S nikah dengan K karena ada udang dibalik batu agar tetap dekat dengan ayah K. Dalam kehidupan sebagai suami istri S menjalaninya biasa-biasa saja, namun hubungan dengan kakek juga tetap dijalankan, bahkan merasa lebih bebas karena satu rumah. Kadang-kadang ia bermesraan sama kakek yang sekarang adalah mertua, namun kadang-kadang bermesraan sama K sebagai istri. Dalam bathin S sering timbul perasaan bahwa cintanya terhadap istri cukup sebagai simbol status sosial, karena secara umum hal itu merupakan suatu yang wajar bahwa laki-laki berpasangan dengan wanita. Namun disisi lain S merasa sangat mencintai kakek dan merasa lebih bergairah dalam bercinta. Bahkan S merasa terangsang dengan istri bila habis bermesraan dengan kakek, entah bagaimana caranya. Keadaan itulah yang terus terbawa sampai saat ini. S merasa bergairah dengan istrinya apabila habis bercinta dengan si kakek.

Kehidupan memang tidak pernah akan berlanjut dengan mulus bagi S untuk bermesraan dengan dua orang, dimana satu sama lain tidak memperlihatkan kecumburuan dan kecurigaan dan dua-duanya memberi kepuasan pada dirinya. Setelah S dengan K memiliki anak pertama, si kakek meninggal dunia. S pada awalnya merasa shock karena pasangan yang sangat dicintainya telah tiada dan S kemudian mencurahkan perhatiannya kepada anak dan istrinya serta pekerjaannya sebagai pegawai negeri. Waktu berlalu dengan cepat, sampai akhirnya S sudah berpindah-pindah kota dan sudah menduduki jabatan penting. Suatu saat S ditawari untuk pindah ke Jakarta dan ia tentu saja merasa sangat senang karena dapat bekerja di pusat. Setelah berada di Jakarta S merasa senang jika mendapat tugas mendampingi tamu bule pria untuk keliling daerah. Menurut S umumnya orang bule senang diajak main cinta dengan dia, sehingga keinginan S untuk bertemu idamannya yaitu laki-laki, sudah cukup tua, rambutnya putih dan klimis, apalagi mau diajak bercinta semakin menggebu lagi. Ketika hal itu dapat dilakukan S maka ia merasa bahagia dan merasa bergairah untuk bercinta dengan istrinya. Selain itu hubungan S dengan istrinya tidak uring-uringan dan keduanya merasa bahagia, walaupun keadaan S mungkin tidak diketahui oleh istrinya.

Dalam kehidupan bermasyarakat perilaku S terlihat biasa-biasa saja namun sebagai seorang seorang ahli medis ia mendapatkan kesulitan bila menemui pasien seperti yang diidamkannya yaitu pria cukup tua, rambut putih, penampilan bersih dan klimis. Setiap bertemu pasien seperti itu S langsung naksir dan amat tertarik. Kata S, secara naluri ia tahu apakah orang yang dihadapi (diperiksa) itu mau diajak bercinta atau tidak, sehingga hal itu menyebabkan konflik, antara tugas profesi dan dorongan nalurinya yang tidak pada tempatnya. Untuk menjaga profesinya itu S sangat hati-hati jangan sampai rahasia dirinya diketahui oleh para pasiennya. Dalam keadaan inilah S sering merasa terganggu ketenangannya sehingga di rumahpun ia mudah menjadi emosional dan uring-uringan. Keadaan seperti itu terus berlanjut sampai usianya berkepala lima. Dorongan ingin bertemu dengan idamannya sangat kuat. Saking kuatnya keinginan tersebut, suatu saat S mencoba mendekati waria di pinggir jalan di sekitar sebuah taman di Jakarta pada saat waria mejeng di sana. Begitu mudah berkenalan dengan waria bagi S, namun S menjadi terkejut dan takut karena perilaku waria ternyata lain dengan yang di bayangkan S. Kata S waria yang ditemuinya ternyata lebih feminin dari wanita, sehingga ia bingung bagaimana cara merayunya untuk bercinta, sehingga S teringat pada istrinya dan spontan meninggalkann waria tersebut.

Contoh kasus di atas menggambarkan bahwa penyimpangan (deviasi) seksual kadang-kadang memang merupakan sesuatu yang aneh. Misalnya kenapa S menjadi bingung, obsesif, cemas hanya karena ingin ketemu untuk bercinta dengan orang yang sudah tua dan sejenis (homo), padahal dia sudah punya anak dan istri. Kasus tersebut juga heteroseksual (punya istri) namun juga biseksual karena dapat bercinta dengan sejenis maupun lawan jenis. Disisi lain S juga mengeluh impotensi terhadap istri, walaupun hal itu tidak bersifat permanen, bahkan jika setelah ketemu idamannya untuk bermain cinta, ia menjadi bergairah lagi.

Menyikapi masalah-masalah seperti dalam contoh kasus tersebut, kita semua dituntut untuk memiliki ketahanan mental agar tidak mudah tergoda untuk melakukan hal-hal yang tidak sewajarnya sehingga akhirnya menjadi menyimpang. Untuk memperoleh ketahanan mental tersebut kita sudah diberikan acuan dan pedoman berupa norma-norma agama, norma etika maupun norma sosial. Oleh sebab itu berperilakulah yang normatif dalam arti bertingkahlaku mengikuti norma agama, norma etika dan norma sosial yang berlaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar